Jalan Terjal Mewujudkan Transformasi Ekonomi di Kalimantan Selatan

Oleh: Syahrituah Siregar

Salah satu hal terpenting dalam pembahasan struktur ekonomi Kalimantan Selatan adalah adakah kemungkinannya untuk beralih dari terkosentrasi pada sector pertambangan ke sektor lainnya. Keinginan ini sudah lama digaungkan dan tertulis jelas dalam arah pembangunan jangka panjang Kalsel (RPJP 2005-2025). Baru-baru ini Pemerintah Provinsi menyatakan kembali bertekad untuk lepas dari ketergantungan akan sektor pertambangan batu bara dan beralih ke sektor pariwisata berbasis budaya. Persoalannya adalah bagaimana realiasainya dan tantangannya pada tingkat implementasi. 

Per-2019, pertambangan masih mendominasi PDRB Kalsel dengan kontribusi 18,71%, kalau ditambah dengan pertanian sebesar 14,36% maka total peranan sektor primer 33,07%. Pola struktur ini cenderung tidak banyak berubah dalam dekade terakhir yang menunjukkan peralihan itu berjalan lambat. Sector-sektor lain tidak cukup berkembang untuk menggantikan sector primer sehingga ketergantungan pada sector pertambangan tetap besar. Saat ini saja ketika permintaan batu bara di pasar global melambat, kinerja ekspor menurun dan pertumbuhan berjalan sangat lambat.

Berdasarkan data historis, tingkat produksi batu bara di Kalsel paling tidak 150 juta ton pertahun atau rata-rata sekitar 400 ribu ton per hari. Jika tingkat eksploitasi sebesar it uterus berlanjut maka diperkirakan pada 2030 deposit batu bara akan habis. Jika hal itu sampai terjadi maka ekonomi Kalsel akan mengalami goncangan hebat dengan hilangnya sumber produksi utama selama ini.

Tingkat ekonomi akan anjlok dengan membawa akibat-akibat yang belum pernah terpikirkan. Sementara itu sektor-sektor lain yang diharapkan sebagai pengganti masih jauh dari harapan karena hanya mampu berkontribusi sangat kecil bagi pertumbuhan. Sebagai contoh, pada 2019 sektor indust pengolahan hanya berperan 0,19% bagi pertumbuhan. Sektor-sektor yang terkait dengan pariwisata juga masih rendah, seperti Akomodasi & Makan Minum berperan 0,14%, dan Transportasi & Pergudangan berperan 0,36%, Jasa Lainnya berperan 0,08%, kecuali Perdagangan & Reparasi yang beperan paling tinggi sebesar 0,66%. Tentu saja komponen “pariwisata” didalam sektor Perdagangan dan Reparasi hanya sebagian kecil diantara yang lainnya. Oleh karena itu, komitmen untuk peralihan konsentrasi ekonomi memerlukan pemikiran yang lebih serius dan tindakan nyata yang segera.  

Kondisi bahkan lebih sulit lagi jika dilihat pada level kabupaten. Sebagian besar dari 13 Kab/Kot di Kalsel sangat tergantung pada pertambangan. Hanya Kota Banjarmasin, Kota Banjarbaru, Kabupaten Batola dan Kabupaten Hulu Sungai Utara yang relatif tidak besr ketergantungannya. []

Syahrituah Siregar adalah dosen Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan FEB ULM. Profil penulis dapat dibaca di sini https://iesp.ulm.ac.id/syahrituah-siregar/