Sri Maulida: Perbankan di Era Digital, Beradaptasi atau Punah

Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan menyelenggaran edisi perdana Diskusi Ekonomi Bulanan pada 19 Februari 2020. Diskusi yang menghadirkan Sri Maulida sebagai pembicara mengakat tema “Perkembangan Fintech di Indonesia: Peluang dan Tantangan bagi Perbankan Syariah dan Konvensional”. Diangkatnya tema ini dilatarbelakangi oleh semakin tumbuh dan menjamurnya perusahaan Financial Technology atau fintech di Indonesia. 

Sri Maulida

Sri Maulida yang memiliki latar belakang pendidikan S1 dan S2 dalam bidang Ekonomi dan Keuangan Syariah mengungkapkan saat ini terdapat 164 perusahaan fintech dan yang menggunakan sistem syariah ada 12 perusahaan. Dari jumlah tersebut, sebanyak 139 perusahaan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan dan 25 sudah berizin. Sementara itu perusahaan fintech syariah yang sudah berizin jumlahnya hanya ada satu perusahaan.

Menurut Maulida, perkembangan fintech membuka peluang bagi perbankan syariah dan konvensional untuk lebih dekat dengan masyarakat dan meningkatkan market share. Fintech mendorong masyarakat untuk lebih mudah menyalurkan dan mendapatkan dana dibandingkan dengan cara konvensional. Peluang tersebut dapat diambil jika perbankan dapat beradaptasi dengan cepat masuk ke dalam pasar fintech. Peluang ini diindikasikan dengan tingkat pertumbuhan nasabah fintech per Desember 2019 yang telah mencapai 326 persen dengan jumlah rekening borrower sebanyak 18,57 juta.    

Di sisi lain, Maulida menambahkan, kehadiran fintech dalam industri keuangan nasional melahirkan sejumlah tantangan. Jika tidak bisa beradaptasi dengan perkembangan teknologi digital dan fintech maka posisi bank akan semakin tergencet. Bank tersebut akan ”punah” seperti dinosaurus, paparnya. Dua tantangan utama dalam fintech adalah ancaman cyber crime dan non BI checking. Permasalahan yang muncul dari dua tantangan tersebut menjadi PR yang harus diselesaikan oleh Otoritas Jasa Keuangan, perusahaan dan perbankan yang masuk dalam industri fintech. [Desy]