UMKM di Indonesia, termasuk Kalimantan Selatan, saat ini menghadapi tantangan disrupsi ekonomi terutama disrupsi ekonomi digital yang salah satunya adalah dalam bentuk munculnya perdagangan online melalui e-commerce seperti Tokopedia dan Bukalapak. Di samping itu, naiknya harga tiket pesawat dan mahalnya biaya bagasi juga mendisrupsi UMKM yang memproduksi dan menjual oleh-oleh khas Banjar (lihat Handry Imansyah: UMKM Paling Menderita Akibat Penerapan Bagasi Berbayar).
Menyikapi hal tersebut, dosen Jurusan IESP Dr. Rijali mengemukakan diperlukan roadmap pengembangan UMKM yang mencakup jangka pendek dan jangka panjang, serta harus didukung oleh semua pihak. Ia menilai kondisi UMKM sekarang seperti mati suri. UMKM kita tidak disiapkan untuk menghadapi era disrupsi dimana penetrasi asing dalam bentuk produk impor dapat begitu cepat dan masif melalui toko online.
Rizali menyebutkan, UMKM kita masih berada pada level produk yang sederhana seperti durian ucok. Sementara produk lokal belum mampu menghadapi produk konsumtif merk impor seperti Wakai, Uniqlo, Zara. Gabungan dari berbagai kombinasi produk impor ini menekan neraca perdagangan kita wal khusus dengan China.
Menurut Rizali, pemerintah harus mengambil peran di sini, tidak hanya dalam bentuk membuat roadmap pengembangan UMKM yang bagus, tetapi juga menggunakan peran fiskalnya supaya kebijakan pemerintah memiliki dampak positif terhadap UMKM dan perekonomian. Sudah saatnya moto “Aku Cinta Indonesia” diimplimentasikan. []