Larangan mudik oleh pemerintah yang bertujuan untuk membatasi mobilitas orang guna mengurangi penularan covid-19 bertujuan baik. Hal ini diungkapkan Prof. Handry Imansyah yang merupakan guru besar pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis ULM yang di petik dari Banjarmasin Post 10 April 2021. Memang berdasarkan data Google mobility dengan jumlah kasus positif covid-19 sangat erat kaitannya. Karena kesehatan masyarakat memang lebih utama dibandingkan ekonomi. Kesehatan membaik, maka ekonomi akan ikut bergerak.
Guru besar FEB ULM ini mengungkapkan masalah yang ditimbulkan dengan adanya larangan ini dan di sertai larangan total semua moda angkutan untuk melakukan kegiatan, berdampak pada pendapatan di sektor angkutan terutama para sopir dan pengusaha angkutan skala kecil. Mereka selama masa pandemi saja belum pulih sama sekali, dengan larangan ini memang akan langsung terdampak. Untuk itu, pemerintah seharusnya memberikan kompensasi berupa bansos kepada para sopir dan pengusaha skala kecil yang dalam waktu 11 hari tak dapat beroperasi sama sekali karena larangan total. Karena mereka harus mencukupi kehidupan keluarganya, maka kompensasi harus diberikan dari dana bansos penanganan pandemi yang tersedia di APBN/APBD.
Larangan operasi total tentu sangat memukul pendapatan mereka. Pengusaha angkutan antar kota dan antar provinsi (dari Kalsel ke Kalteng dan Kaltim) akan sangat terpukul dengan larangan ini. Atau ada opsi lain, misalnya setiap penumpang boleh berangkat namun harus melampirkan hasil swab PCR. Artinya larangan bisa memiliki opsi dengan swab PCR dan protokol yang ketat bisa diselenggarakan angkutan dengan pembatasan jumlah angkutan. Prasyarat swab PCR tentu akan mengurangi minat secara alamiah, karena biayanya cukup mahal. Jika mau dilonggarkan dengan sistem deteksi GNose di terminal. Namun, semua dikembalikan kepada semua pemangku kepentingan untuk memberikan kompensasi. [Dessy]