Pentingnya Inovasi di Tengah Langkah Berat Perekonomian Indonesia pada Masa Pandemi Covid-19

Hidayatullah Muttaqin

Oleh: Hidayatullah Muttaqin

Perekonomian Indonesia mengalami pukulan berat dari COVID-19. Pada tahun 2020 pertumbuhan ekonomi terjun bebas di level negatif 2.07 persen. Ini adalah yang terburuk sejak krisis moneter dan ekonomi tahun 1998.

Kontraksi ekonomi ini memang tidak separah yang dialami negara-negara lain. Bahkan sejak pertumbuhan jatuh di minus 5.32 persen di triwulan II 2020, kedalaman kontraksi menjadi lebih rendah, yaitu berada pada angka negatif 2,20 persen pada triwulan IV 2020.

Harga Mendahulukan Kepentingan Ekonomi

Strategi ekonomi pemerintah pada masa pandemi tampaknya berhasil menahan kontraksi ekonomi yang lebih dalam. Hanya saja strategi tersebut harus dibayar mahal dengan semakin memburuknya kondisi kesehatan masyarakat akibat pandemi Covid-19.

Tercatat jumlah penduduk Indonesia yang dikonfirmasi terinfeksi virus Corona sudah mencapai 1,2 juta lebih dan kematian di atas 33 ribu kasus. Pilihan strategi pemerintah ini sangat memprihatinkan mengingat besarnya korban Covid-19 tersebut dan situasi pandemi semakin tidak terkendali.

Di sisi lain, lonjakan kasus Covid-19 akan memenuhi daya tampung rumah sakit. Jika ini tidak dapat dihentikan fasilitas kesehatan berpotensi kolaps sehingga risiko kematian menjadi semakin tinggi.

Strategi mendahulukan “kepentingan ekonomi” yang dikemas dalam bahasa “new normal” atau adaptasi kebiasaan baru pada akhirnya di samping menimbulkan biaya kesehatan yang lebih besar juga berujung pada sempitnya ruang gerak kegiatan ekonomi itu sendiri. Sebab dalam situasi penularan kasus baru dan kematian yang semakin tinggi, muncul keraguan apakah dunia usaha dan masyarakat dapat bebas dari ancaman Covid-19 dalam menjalankan kegiatannya. Hal ini diindikasikan oleh hasil Survei Bank Indonesia yang menunjukkan keyakinan konsumen terhadap perekonomian semakin memburuk.

Kunci Pemulihan Ekonomi

Meskipun pemerintah sudah memulai program vaksinasi tetapi ini jauh dari kata memadai untuk membawa kembali perekonomian Indonesia pada pemulihan ekonomi yang lebih cepat pada tahun ini. Mengapa?

Vaksinasi adalah salah satu instrumen penting dalam upaya pengendalian pandemi. Hanya saja tercapainya kekebalan komunitas (herd immunity) memerlukan proses dan waktu yang tidak instan. Di mana ada berbagai variabel yang dapat menjadi penghambat kecepatan vaksinasi. Mulai dari ketersediaan vaksin itu sendiri karena seluruh dunia memperebutkannya, tingkat efektivitas vaksin, kemampuan keuangan negara, sumber daya vaksinator, tantangan distribusi dan logistik di negara kepulauan dengan infrastruktur yang belum merata, hingga bagaimana penerimaan masyarakat akan vaksin tersebut.

Karena itu jika pemerintah hanya mengandalkan adanya program vaksinasi sebagai berita baik bagi kegiatan ekonomi dan tidak memperbaiki strategi penerapan protokol kesehatan, 3T (testing, tracing dan treatment) dan pengendalian mobilitas penduduk maka sulit berharap pengendalian pandemi dapat dicapai dalam waktu yang lebih cepat.

Padahal kunci pemulihan ekonomi adalah pengendalian pandemi Covid-19. Hal ini menjadi tanggung jawab negara untuk melindungi kemaslahatan masyarakat dari bahaya wabah penyakit dan goncangan ekonomi sebagaimana hadis Nabi Muhammad SAW dalam riwayat Bukhari dan Muslim, “Seorang pemimpin adalah pemelihara dan pengatur urusan (rakyat), dan dia akan dimintai pertanggungjawabannya terhadap rakyatnya.”.

Khusus penanganan pengendalian pandemi Covid-19, Nabi Muhammad SAW juga mengajarkan kepada kita agar membatasi mobilitas penduduk dan memisahkan yang sakit dan yang sehat.

“Maka apabila kamu mendengar penyakit itu berjangkit di suatu negeri, janganlah kamu masuk ke negeri itu. Dan apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, jangan pula kamu lari daripadanya.” (HR Bukhari dan Muslim dari Usamah bin Zaid)

“Janganlah yang sakit dicampurbaurkan dengan yang sehat.” (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)

Jadi pada saat pandemi tidak terkendali, maka tidak ada pilihan lain kecuali lockdown untuk memisahkan yang sehat dan yang sakit, serta mencegah penularan. Strategi ini sudah dibuktikan oleh China. Langkah cepat lockdown dan strategi 3T yang luar biasa masifnya pada awalnya memang membuat perekonomian China tersungkur di triwulan I 2020 ke level minus 6,80 persen. Tetapi pada 3 triwulan berikutnya, perekonomian sudah tumbuh positif sehingga pada tahun 2020 tidak terjadi kontraksi. Perekonomian China tumbuh positif 2,3 persen meninggalkan negara-negara lain yang enggan menerapkan lockdown di masa awal pandemi.

Inovasi Percepatan Pengendalian Pandemi

Lantas bagaimanakah seharusnya meringankan langkah berat perekonomian Indonesia? Rumusan dasar upaya pemulihan ekonomi adalah kendalikan dulu pandemi maka pemulihan ekonomi akan dapat berjalan dengan lebih cepat. Di sinilah diperlukan inovasi untuk mempercepat penanganan pandemi dan juga inovasi untuk pemulihan perekonomian.

Kita perlu memikirkan bagaimana dapat mendeteksi dan menangkap sebanyak-banyaknya penduduk yang terinfeksi Covid-19 dalam waktu sesingkat-singkatnya untuk kemudian memisahkannya dengan warga yang tidak terinfeksi. Strategi ini akan melahirkan ledakan kasus yang sangat besar dalam waktu singkat sehingga diharapkan pandemi di Indonesia sudah berada di puncak dan kemudian dapat dengan cepat dilandaikan.

Pada saat pandemi sudah terkendali, kita sudah punya metode dan sumber daya yang kuat untuk 3T yang cepat dan masif, maka perekonomian dapat dilonggarkan secara berangsur-angsur dimulai dari sektor kegiatan ekonomi yang lebih rendah risiko penularannya. Dalam kondisi ini, dunia usaha dan masyarakat akan merasa lebih aman untuk memulai kembali kegiatannya. Rasa aman ini sangat penting agar pemulihan ekonomi dapat berjalan lebih cepat.

“Barangsiapa di antara kalian mendapatkan rasa aman di rumahnya (pada diri, keluarga dan masyarakatnya), diberikan kesehatan badan, dan memiliki makanan pokok pada hari itu di rumahnya, maka seakan-akan dunia telah terkumpul pada dirinya.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Inovasi Ekonomi

Di tengah dunia yang semakin digital dan terdisrupsi baik dari sisi cara berproduksi, berdagang dan bertransaksi, berinteraksi dan berkomunikasi, pandemi Covid-19 menjadi katalisatornya. Semua harus berubah jika tidak ingin tergilas disrupsi dan pandemi.

Pemerintah misalnya perlu menginisiasi agar pasar tradisional terdigitalisasi. Tentu ini bukan program dengan orientasi jangka pendek tetapi jangka menengah dan panjang. Sebab pandemi Covid-19 dapat berlangsung dalam waktu lama bila cara penanganannya adalah business as usual (BAU).

Ada dua tujuan yang dapat diraih dengan digitalisasi pasar tradisional. Pertama, untuk mengurangi tingkat kepadatan pasar tradisional dalam kegiatan transaksi sehari-hari. Sebab sudah dipahami bahwa penerapan protokol kesehatan di pasar tradisional sulit dilakukan akibat sempitnya ruang pasar tradisional untuk bisa menjaga jarak (physical distancing). Dengan mengurangi kepadatan pasar tradisional, maka potensi penularan Covid-19 dapat dikurangi.

Kedua, mempersiapkan para pedagang pasar tradisional agar dapat bertahan dan berkembang maju di tengah terjangan jaringan pasar retail modern dan toko-toko online khususnya yang hadir melalui aplikasi marketplace.

Bagaimana peran dunia usaha? Dalam contoh kasus pasar tradisional, swasta dapat hadir dengan menciptakan platform bagi para pedagang di pasar tradisional. Platform ini untuk mempermudah pemasaran dan transaksi pedagang dengan konsumen lokal akan produk-produk segar dan sembako secara cepat mendekati pengalaman berbelanja langsung.

Di sinilah pentingnya menjadikan musibah pandemi ini untuk mengambil sisi baiknya dan menemukan bagaimana inovasi dalam kebijakan ekonomi, kegiatan dunia usaha dan masyarakat. Di sini juga pentingnya pemikiran bagaimana kebijakan ekonomi pemerintah pusat dan daerah menjadi sarana untuk percepatan pengendalian pandemi sehingga pemulihan ekonomi menjadi lebih laju. Bukan sebaliknya pelonggaran ekonomi yang berujung semakin besarnya biaya kesehatan dan korban masyarakat. []

Hidayatullah Muttaqin adalah dosen Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan dan anggota Tim Pakar Percepatan Penanganan Covid-19 ULM

Sumber tulisan: Muttaq.in